Tradisi Nyadran di Kalurahan Ngalang Berpotensi Wisata : Nguri - Uri Budaya Jawi - Warta Jogja

Tradisi Nyadran di Kalurahan Ngalang Berpotensi Wisata : Nguri – Uri Budaya Jawi

963 0

WARTAJOGJA.CO.ID || GUNUNGKIDUL — Upacara NYADRAN merupakan salah satu menyambut bulan Ramadan, dan Upacara nyadran ini juga sebagai wujud syukur sekaligus nyekar ke petilasan Prabu Brawijaya Kertabumi ke-5 dulu Brawijaya Kertabumi ke-5 pernah singgah bersama Patih Haryo Banga atau eyang meles, Dan eyang meles itu pemeluk agama Islam, karena lama di sini terus menggerakkan warga Ngalang memeluk agama Islam dan mengajarkan pertanian. Upacara adat yang ada di daerah ini unik dan tidak hanya sekedar upacara adat. Salah satu upacara adat yang masih lestari hingga sekarang adalah Upacara Nyadran. (03/04/21)

Lurah Ngalang Kaderi mengatakan Nyadran ini memiliki makna untuk kehidupan sehari – hari seperti untuk gotong royong, untuk selalu bersyukur atas segala Rahmat yang diberikan oleh Tuhan, dan kebersamaan yang harus terus kita lestarikan karena lambat laun mulai terkikis oleh perkembangan jaman, tidak lupa untuk mendoakan orang – orang yang sudah mendahului atau meninggal. Sadranan ini disandingkan dengan upacara rasulan. Sadranan dan rasulan sudah menjadi adat istiadat turun temurun, keduanya harus berurutan tidak boleh terbalik. Sadranan lalu rasulan.

Sadrannan ini diselenggarakan khusus pada Gunung Genthong di Dukuh Manggung Gadhean, Desa Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul. Pelaksanaan upacara ini yang dimulai dengan warga sekitar memasak ketupat, palawija dan lain – lain. Sekitar pukul 05.00 Wib pagi warga menghantarkan ke rumah bapak dukuh lalu di pilih sedikit dikendurikan dan setengahnya lagi di bawa ke Balai Kelurahan dengan menggunakan 2 tenggok (thenong) dan tidak lupa pisang empat pisang raja.


Di Balai Kalurahan semua memilih tujuh sesaji yang akan dibawa ke gunung gentong menggunakan Jodhang, Jodhang sendiri berisi bermacam – macam ada pala wija, pala gumantung, pala kependem ada ketupat dan lain-lain. Disaat dari balai Kelurahan Ngalang menuju ke gunung genthong akan ada Parogo-parogo yang setiap tahunnya pasti berganti dan bergilir. Setelah mulai berangkat ada dua kelompok sesaji yang pertama kelompok sesaji yang berjumlah sedikit atau kecil berangkat dahulu ke Belik gayam dikarenakan jarak hanya dekat sekitar 2 kilometer dengan satu orang membawa sesaji menggunakan baju adat Jawa dan berpayung, kelompok yang lebih besar dengan membawa Jodhang juga ikut berangkat ke Gunung Genthong yang jaraknya sekitar 4 kilometer.

Kelompok yang menuju gunung genthong hanya diperbolehkan beristirahat sekali sementara kelompok pengemban tidak boleh menaruh ataupun mencopot emban sanggannya. Sesampainya di sana sesaji besar dari desa diletakkan warga sudah antusias untuk mengikuti acara kenduri nyadran sesepuh memilih sesaji yang baik lalu membakar dupa dan memanjatkan doa keselamatan serta syukur kepada yang kuasa karena atas limpahan rahmatnya. Setelah upacara selesai biasanya juru kunci gunung genthong mengaduk air belik gayam sambil membaca doa.

Upacara nyadran merupakan tradisi yang patut untuk dilestarikan. Untuk melestarikan tradisi ini, bisa dikemas dalam bentuk pariwisata. Maka dari itu, tradisi tersebut sangat berpotensi bagi pariwisata. Selain tradisi tersebut dapat terus berjalan dimasyarakat tetapi jika dikemas dalam bentuk pariwisata maka bisa lebih menguntungkan bukan hanya wisatawan tetapi juga masyarakat sekitar. Menguntungkan wisatawan karena wisatawan dapat mempelajarinya dan menguntungkan bagi masyarakat sekitar di bidang ekonomi.

 

Red ( Whyoe )
Penulis : Novita Saputri Kurnia Atmaja, mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (Stipram) Yogyakarta.


Related Post

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *