Generasi Tua Lebih Rentan Meyebarkan Berita Hoax - Warta Jogja

Generasi Tua Lebih Rentan Meyebarkan Berita Hoax

204 0

Wartajogja.co.id || Yogyakarta — Perkembangan teknologi saat ini berkembang sangat pesat. Semua kalangan bisa menggunakan sosial media dengan mudah. Diera serba digital seperti saat ini sangat mudah untuk mengakses informasi secara online. Sosial media sangat bermanfaat karena kita bisa berinteraksi tanpa batas ruang waktu. Perkembangan teknologi sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari. Kemudahan berbagai hal diera digital dengan menggunakan gadget. Diera sekarang ini hampir semua orang dari anak kecil sampai kakek nenek memiliki gadget atau yang biasa kita sebut handphone (hp). Mudahnya menggunakan hp dan banyaknya aplikasi di dalam hp sangat membantu kita dalam bidang apapun. Namun kemudahan tersebut juga berdampak negatif karena banyaknya berita hoax. Untuk generasi milenial sudah banyak yang menggunakan sosial media dengan cerdas terbukti mampu memilih dan memilah mana berita haoks dan fakta. Namun dengan generasi tua banyak yang belum dapat membedakan fakta dan hoax karena mereka lahir dan tumbuh pada masa teknologi belum berkembang pesat. Banyak generasi tua yang bisa menggunkan hp baru-baru ini hal tersebut menyebabkan gagap teknologi atau biasa kita sebut gaptek. (12/12/22)

Orang tua lebih banyak menyebarkan berita hoax seperti yang dipaparkan kepala biro hubungan masyarakat Kominfo berikut. Menurut data analisis kami kominfo, penyebaran hoaks itu bukan anak-anak muda, lebih cenderung orang tua yang meyebarkan. Sebagai contoh banyak ibu-ibu melalui chat asal forward tanpa harus membaca dahulu. Kira-kira peyebaran hoaks itu umur 45 tahun ke atas,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kominfo, Ferdinandus Setu saat ditemui oleh Liputan6.com, Kamis (15/11/2018). Paling banyak hoax itu terdapat pada grup Whatsapp. Mereka tidak membaca isinya namun hanya membaca judulnya saja dan langsung mengerimkan ke orang lain dan seterusnya. Tutur Nando.

Hal tersebut juga dipengaruhi oleh usia. Menurut David Weachsler penurunan kemampuan mental seseorang yaitu sebuah proses dari penuaan secara umum, dari sebgaian besar penelian menunjukan bahwa diusia 45 sampai 55 tahun, kebanyakan kmempuan dalam berbagai hal akan terjadi penurunan,hal tersebut juga berlaku untuk lansia. Akan tetapi aslinya kemampuan tersebut bisa dipertahankan. Cara agar kemampuan tersebut dapat dipertahankan yaitu dengan cara memeiliki lingungan yang sehat dalam arti lingkungan tersebut dapat dapat melatih ataupun merangsang kemampuan intelektual mereka.

Salah satu penyebab generasi tua lebih rentan meyebarkan berita hoax karena kemampuan kognitif yang rendah. Menurut Susanto (2012) kognitif yaitu suatu proses berfikir dalam arti kemampuan seorang individu memprtimbangkan, menghubungkan maupun menilai sesuatu. Rendahnya kemampuan kognitif generasi tua juga dipengaruhi dengan usianya karena semakin tua usianya maka daya ingat akan menurun, kecepatan dalam merespon sesuatu informasi, fokus juga akan menurun, kemampuan belajar juga dapat menurun, sulit memecahkan masalah, motivasi diri akan berubah. Namun hal tersebut bisa diatasi dengan cara berolahraga agar otak dapat bekerja lebih baik dan kesehatan menjadi lebih baik, menjaga pola makan, waktu tidur yang cukup,berfikir positif dan selalu optimis.
Selain faktor usia yang meyebabkan generasi tua lebih rentan meyebarkan berita hoax yaitu faktor literasi digital yang rendah. Literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan sosial media dengan cerdas dan cermat, kemampuan menggunakan sosial media jua dipengaruhi oleh kemampun berkomunikasi yang baik. Komunikasi yaitu sebuah proses dalam menyampaikan pesan ataupun informasi dari komunikator kepada komunikan dengan secara langsung atau menggunakan media sampai komunikan mendapat suatu informasi maupun pesan.

Penurunan fungsi-fungsi fisik generasi tua menjadikan menurunnya kemampuan berkomunikasi. Seperti halnya yang sudah dipaparkan kepala biro hubungan masyarakat Kominfo diatas bahwa banyak generasi tua yang hanya membaca judulnya saja namun tidak membaca isinya dan langsung meyebarkan berita tesebut. Hal tersebut bisa kita simpulkan bahwa salah satu peyebab banyaknya generasi tua yang meyebarkan berita hoax karena malas membaca. Sebenarnya di Indonesia ini sudah ada banyak pelatihan literasi digital yang mudah untuk dipelajari. Maka dari itu generasi tua harus mau untuk mempelajari literasi digital untuk menambah wawasan karena sekarang pelatihan literasi sigital sudah dibuat sedemikian rupa agar bisa mudah dipahami oleh berbagai kalangan dan berbagai usia. Untuk generasi milenial juga harus menambah pemahaman tentang liteasi digital agar dapat ikut serta memberikan pengarahan terhadapat orang tuanya dan dapat memantau orang tua dalam penggunaan media sosial. Seperti halnya memberikan pengertian tentang banyaknya berita hoax, jangan langsung mempercayai berita yang viral dan alangkah baiknya bertanya kepada anak muda untuk kebenaran berita tersebut.

Kemajuan teknologi dan komunikasi diera sekarang ini mampu mendorong orang-orang dalam berbagai kalangan berinteraksi dan berekspresi disosial media namun hal itu harus didukung dengan kemampuan literasi digital karena interaksi disosial media dilakukan oleh banyak orang maka tak jarang juga yang memanfaatkan media sosial  untuk hal negative seperti ujuran kebencian, berita bohong, penipuan dan lain-lain. Karena pada dasarnya sosial media diperuntukkan untuk siapapun untuk membagikan apapun mulai dari hiburan, kesenian, pendidikan, jualan. Kebebasan tersebut dimaksudkan untuk membagikan sebuah ide-ide ataupun karya-karya yang bersifat positif karena bersosial media tetap diatur oleh UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 11 Tahun 2008. Hal tersebut seharusnya menjadi pelajaran dan kesadaran bagi generasi tua untuk lebih baik tidak langsung membagikan berita-berita yang ia temui karena kurangnya kemampuan literasi digital dan menurunnya kemampuan kognitif namun hal itu tetap bisa dijerat dengan undang undang ITE jika terbukti telah meyebarkan berita hoax.

Red ( Whyoe )
Kontributor : Fifi Ria Putri ( Psikologi )
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta


Related Post

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *